Tren Perlambatan Berlanjut, Pertumbuhan Ekonomi Q3 5,02 Persen

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto. BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2019 sebesar 5,02 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2019 sebesar 5,02 persen year on year (YoY) atau dibandingkan periode sama tahun lalu. Sementara secara kuartalan atau quarter to quarter (QtQ) ekonomi tumbuh 3,06 persen.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, ada beberapa faktor penyebab pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2019 sebesar 5,02 persen. Utamanya, perekonomian global masih diliputi ketidakpastian.
Perlambatan ekonomi global tercermin dari data industri serta perdagangan di pasar global yang cenderung rendah. Misalnya, harga komoditas migas dan nonmigas di pasar internasional pada kuartal-III mengalami penurunan dibandingkan periode sama tahun lalu.
“Rata-rata ICP (Indonesia crude price) pada triwulan-III 2018 sebesar USD 71,64 perbarel. Pada triwulan-III 2019 harganya sebesar USD 59,81 perbarel. Rata-rata ICP turun 16,5 persen YoY,” katanya dalam paparan di Jakarta, Selasa (5/11).
Komoditas lain juga mengalami penurunan harga secara tahunan antara lain batu bara yang turun 42,07 persen dan CPO (crude palm oil) yang turun 6,85 persen. Sedangkan harga karet masih naik tipis 1,79 persen YoY.
Perlambatan ekonomi global juga terlihat dari perekonomian mitra dagang yang tumbuh tapi melambat. Seperti Tiongkok, pada kuartal-III 2018 tumbuh 6,5 persen, dan pada kuartal-III 2019 tumbuh hanya 6 persen.
Perlambatan ekonomi di Tiongkok mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia, karena andilnya mencapai 17,2 persen. Selain Tiongkok, Amerika Serikat (AS) juga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, di mana pada kuartal-III 2018 tumbuh 3,1 persen dan pada kuartal-III 2019 tumbuh hanya 2 persen.
Negara mitra dagang lainnya seperti Singapura dan Korea Selatan juga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Singapura tumbuh melambat dari 2,6 persen pada kuartal-III 2018 menjadi 0,1 persen pada kuartal-III 2019. Sedangkan Korea Selatan tumbuh melambat dari 2,1 persen menjadi 2 persen.
“Ketidakpastian global membawa dampak pelemahan ekonomi, baik negara maju maupun berkembang,” kata Suhariyanto.
Adapun faktor domestik yang mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi yakni penurunan konsumsi pemerintah, didorong adanya penurunan belanja barang dan jasa, belanja modal, serta bantuan sosial (bansos). Turunnya konsumsi pemerintah ini terlihat dari realisasi belanja pemerintah pada kuartal-III 2019 yang hanya Rp 559,98 triliun (22,75 persen dari pagu sebesar Rp 2.461,11 triliun).
Pada periode sama tahun lalu, realisasinya mencapai Rp 568,17 triliun (25,59 persen dari pagu yang sebesar Rp 2.220,7 triliun). Dari berbagai faktor tersebut, PDB pada kuartal-III 2019 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tercatat sebesar Rp 4.067,8 triliun.
Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi terus mengalami perlambatan empat kuartal terakhir, yakni 5,18 persen (kuartal-IV 2018), 5,07 persen (kuartal-I 2019), 5,05 persen (kuartal-II 2019), dan 5,02 persen (kuartal-III 2019).

Share:

Recent Posts