Didorong Ekonomi Digital, Yakin Pertumbuhan PDB 2020 Capai 5,2 Persen

ILUSTRASI. Dorongan ekonomi digital terhadap konsumsi masyarakat ke depan diprediksi makin kuat. 

Perekonomian Indonesia tahun depan diprediksi bisa tumbuh dengan stabil. Daya tahan ekonomi yang ditopang konsumsi masyarakat serta efek kebijakan makro seperti penurunan suku bunga dan reformasi struktural diproyeksikan mampu menopang pertumbuhan ekonomi.
“Pertumbuhan Indonesia 2020 bisa mencapai 5,0–5,2 persen,” jelas ekonom BCA David Sumual, Jumat (18/10).
Dia mengungkapkan, pada 2008, ekonomi tidak hanya melambat, tapi juga ada ancaman resesi. Meski begitu, ekonomi tetap bisa tumbuh 4,6 persen karena cukup kuatnya konsumsi masyarakat.
Berbeda dengan Singapura yang sangat bergantung pada perdagangan internasional, ketergantungan Indonesia terhadap ekspor hanya 12 persen. “Jadi, kami tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi global. Ini modal, tinggal bagaimana bisa menarik sektor riil masuk ke sini,” tuturnya.
Dia menyatakan, ada beberapa katalis yang bisa mendorong ekonomi tahun depan. Di antaranya, kelanjutan proyek infrastruktur dan rencana pemindahan ibu kota yang akan mendorong kinerja sektor konstruksi dan properti.
“Reformasi struktural juga penting untuk meningkatkan daya saing dan menarik investasi di tengah disrupsi,” lanjutnya.
David menuturkan, penetrasi teknologi dan ponsel pintar telah memunculkan kekuatan baru ekonomi dalam negeri yang bertumpu pada digitalisasi. Riset yang dirilis Google, Temasek, dan Bain menyebutkan bahwa Indonesia berkontribusi USD 40 miliar atau Rp 567,49 triliun dari total nilai ekonomi digital di Asia Tenggara yang diproyeksikan menembus USD 100 miliar pada 2019.
Nilai ekonomi berasal dari lima sektor ekonomi berbasis internet. Yakni, e-commerce, media daring, ride-hailing, wisata atau travel, dan layanan finansial.
“Pada 2025, ekonomi digital Indonesia bakal bertumbuh menjadi USD 133 miliar,” imbuhnya.
Sementara itu, Menko Perekonomian Darmin Nasution berbagi kisah saat menjadi menteri pada era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK). Dia mengungkapkan, menjadi menteri ekonomi memang bukan pekerjaan yang mudah. Dinamika ekonomi global menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang terus terdampak sentimen eksternal.
“Harga komoditas turun cukup signifikan. Padahal, pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk membiayai pembangunan. Waktu itu, sampai 2010–2011, harga hasil sumber daya alam (SDA) menanjak. Namun, harga itu mulai turun pada 2012 sehingga pemerintah ini dimulai dari periode mengarah ke perlambatan,” ujar Darmin, Jumat.
Kondisi perlambatan ekonomi juga terjadi menjelang pemerintahan Jokowi jilid II bersama Ma’ruf Amin. Ditambah, beberapa waktu belakangan, lembaga dunia beramai-ramai memprediksi terjadinya perlambatan ekonomi yang mengarah pada resesi.
Bedanya, lanjut Darmin, pemerintahan Jokowi jilid I dimulai dengan langkah radikal menaikkan harga BBM. “Penghematannya dipakai untuk membangun infrastruktur. Juga dipakai untuk pendidikan dan bantuan sosial. Itu alur besarnya,” tuturnya.
PERTUMBUHAN EKONOMI 2014–2019
2014 5,01 persen
2015 4,88 persen
2016 5,03 persen
2017 5,07 persen
2018 5,17 persen
2019* 5,08 persen
2020* 5,0–5,2 persen
Keterangan: *Proyeksi
Share:

Recent Posts